Kontemplasi Sayur Lodeh
Sepanjang 18 tahun sebelum masa
perguruan tinggi dan aku kos. Di meja makan hampir setiap hari ada sebuah sayur
yang sangat familier di lidahku. Hanya berganti jenis sayuran dengan bumbu yang
sama. Sayur lodeh. Lodeh jawa timuran yang identik dengan aneka macam sayuran.
Rasa kuahnya sama persis. Hanya dengan bawang putih, bawang merah, cabe rawit
yang diulek usai di sauté /tumis. Lalu
ditambahkan santan kental untuk menggurihkan rasanya.
Sayur
lodeh menjadi isi perutku selama 18 tahun dan seterusnya. Sampai aku hafal
sekali memasaknya. Mungkin kalau ada festival sayur lodeh dengan cita rasa jawa
timur aku pede jadi juri. Kenapa sayur lodeh?
Ada filosofi dibalik sayur
bersantan itu.
1. Tanpa lauk
pun sayurnya sudah gurih.
2. Bisa
diangetin sampai kapanpun bahkan sampai kering kerontang. (Makin lama sayur
lodeh diangetin makin enak menurutku).
3. Hanya
bermodal sedikit tapi sudah lengkap.
4. Panci yang
dipakai masak lebih enak panci yang jelek atau yang sudah sering dipakai
(Semakin tua semakin berisi/bijaksana)
Itu filosofi sayur lodeh setelah ku
teliti selama bertahun-tahun. Nggak perlu ada latar belakang, rumusan masalah,
masalahnya sudah jelas. Ekonomi. Alias ngirit.
Sayur
lodeh menjadi saksi kehidupanku selama 18 tahun. Sudah pasti sayur itu menjadi
sayur wajib yang sangat ku sukai. Mungkin seandainya disuruh memilih diantara
makanan yang beraneka ragam di dalam sajian buffet aku akan memilih sayur
kesuakaanku. Lodeh. Kenapa? Karena menurutku rasa sayur lodeh sudah mendarah
daging di lidahku. Alias pasti rasanya aku suka. Kecuali nggak ada sayur itu.
Baru aku akan memilih yang lain.
Persetan dengan kata 'kolesterol'. Menurut saya kolesterol tidak akan ada dalam tubuh hanya dengan 3 centong kuah bersantan. santan itu kan nabati. Obat kolesterol adalah berfikir rileks dan gaya hidup wajar. He he... Pendapat tentang kesehatan pada sayur lodeh bisa disanggah oleh Almarhum kakek saya dan buyut saya yang meninggal di usia lebih dari 80 tahun tanpa menderita sakit yang kronis. Hanya karena sudah tua. itupun terjadi di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sekitarnya yang nyatanya orang-orang di sana rajin mengkonsumsi sayur bersantan, tapi hidupnya wajar-wajar saja. Itu pilihan Anda lah.. jangan terlalu percaya dengan saya.
Sayur
lodeh yang dibuat nenekku telah mengalami revolusi ketika aku yang memasaknya.
Aku berinovasi dengan kemiri, kunyit, ditumis dengan minyak zaitun, minyak
kelapa asli, dsb. Dsb. Tapi tetap aku akan kembali pada racikan semula di
tempat semula. Karena memang itulah ciri sayur lodeh. Simple dan sederhana.
Seperti filosofi hidupku. Sederhana. (Ameliorasi dari miskin. He he…)
Sayur
lodeh menemaniku dari Ebtanas SD sampai PMDK dan aku diterima di kampus negeri.
Dengan sayur lodeh pula imajinasiku menghasilkan karya-karya besar yang jarang
ku ekspose. Kenapa tidak ku ekspose? Karena aku pelit. Cukup sekali karyaku
diakui media cetak. Sekali lagi… aku pelit. Karyaku hanya boleh dibaca orang.
Tapi aku selalu berjaga di garis depan untuk melindunginya dari tangan-tangan
usil plagiator. Tidak. Harga diriku.
Melalui sayur lodeh pula aku bisa berfikir lebih lancar saat menulis skripsi, tesis, bahkan menulis apapun. Atau bahkan mungkin..mungkin saja melalui sayur lodeh lah suaraku bening, mengalun merdu. Curiganya, melalui sayur lodeh juga jangan-jangan urat malu ku di atas stage putus dengan sendirinya. Tidak ada kata nervous dalam hidupku ketika bicara di atas panggung. Teknik public speaking dalam retorika mungkin ditambah satu, yaitu makanlah sayur lodeh. Kalau disetujui.
Sekali lagi ini hanya kontemplasi saya. Sekadar hasil perenungan lama tentang satu hal yang sebenarnya tidak penting-penting amatlah... Tapi itulah saya. Sesuatu yang tidak penting kadang membuat inspirasi saya hadir. Itulah saya.
Apa yang terjadi jika
1. Sayur lodeh tidak boleh menjadi menu sehari-hari lagi karena alasan tertentu;
2. Saya ada di sebuah komunitas selama bertahun-tahun yang membenci sayur lodeh ;
3. Saya harus berhenti memasak sayur lodeh karena sebuah situasi, sementara tidak ada lagi orang yang bisa memasaknya;
4. Intinya tidak ada lagi sayur lodeh di dunia ini alias sudah punah
Yah... saya harus ganti menu. Mungkin sayur lain, meski kata saya tidak semedok dan segurih sayur lodeh saya. Sayur lodeh akan menjadi kenangan yang tak terlupakan. Mangkannya saya up load lah dia di blog ini supaya minimal pernah ada yang menuliskannya. Ada bukti otentik bahwa si sayur pernah ada di dunia ini. Kalaupun sayur lodeh tiba-tiba di rename pun saya yang pertama akan membuat sinonimnya. He he...
Plur 3 November 2019
Tiada ulasan:
Catat Ulasan